Wednesday, May 11, 2005

Taiyo No Ie 1

Perkenalanku dengan kalangan disabled person community di Jepang berawal lebih dari 3.5 tahun yang lalu, ketika aku masih berstatus siswa pertukaran pelajar SMA di Jepang. Waktu itu selama hamper 1 bulan, mega dan gank J-ASEAN 2 tinggal di NYC (National Youth Center) Yoyogi, Tokyo. Karena tinggal di kompleks NYC itulah tiap hari pun mega juga makan di cafeteria NYC. NYC memang ramai, berbagai macam orang yang sedang melakukan berbagai kegiatan, dari renang, lari, olahraga macem2, sampe ikebana, tea ceremony, berkumpul di NYC. Oleh karena itu juga, tiap makan di NYC, mega juga ketemu orang yang bermacam2. Salah satu komunitas yang memanfaatkan cafeteria NYC adalah sekelompok orang yang masing2 duduk tak berdaya dikursi roda, dan didorong oleh orang lain entah perawatnya, saudara, atau orang tuanya. Kelompok inilah yang dengan bahasa umumnya sering disebut sebagai disabled person. Beberapa kali mega melihat mereka hadir di cafeteria NYC bareng dengan kita makan, lama2 kemudian mega pun jadi hafal jadwal mereka datang. Bahkan lama2 paham juga, kalo mau datang bareng mereka, itu artinya aku harus memperlambat sedikit jadwal makan siangku.
Pertama kali lihat mereka… jujur saja sempat shock juga. Kenapa? Tadi kan aku bilang secara bahasa umum mereka disebut disabled person …, nah lebih detailnya komunitas yang suka datang ke NYC bareng makan siang kita ini… bukannya yang secara fisik tak sempurna… namun kebanyakan yang secara mental tidak sempurna. Muka boleh berumur 25 tahun, tapi cara mereka makan masih pake celemek, disuapin, dengan banyak kali memuntahkan makanannya kembali. Secara fisik pun banyak yang tak sempurna, untuk mengangkat tangan,… bahkan untuk mengangkat kepala sendiri pun tak mampu, apalagi berdiri. Tentu saja di NYC mereka diberi tempat tersendiri, yang agak terpisah dengan pengunjung lainnya. Yah maklumlah, sapa sih yang bisa makan enak.. kalo di depan kita ada pengunjung yang muntah2 atau ngompol tiba2. Kebetulan saja aku waktu itu memergoki mereka datang, jadi aku tau kehadiran mereka. Ceritanya waktu itu aku sedang nambah makanan (mega nambah gitu lho, tepuk tangan dulu dong… plok..plok..plok), kan makanannya ada yang prasmanan gt, nah kebetulan rombongan kursi roda itu datang, nah tepat pas itu kalo ga salah inget…(maklum lupa nih) ada yang muntah2…. Jadi keinget banget kejadian itu, aku liat salah satu dari mereka muntah2. wah jujur aja waktu itu trus ga jadi nambah makanan… hehe. Tapi sejak hari itu… aku jadi mengamati rombongan itu datang, malah mengambil posisi yang bisa mengintip kegiatan makan mereka yang sungguuuh… membuatku semakin memujiNya yang teramat Agung. Ya Allahku…
Dari kunjungan pertamaku ke Jepang itu aku jadi tahu Jepang sangat menghargai dan nguwongke `orang-orang` seperti mereka (pake istilah orang2 dalam tanda petik aja ya, aku ga nyaman pake kata disabled person nih, n blum nemu kata yang bagus). Ada toilet khusus `orang-orang` seperti mereka, bis khusus, tempat duduk khusus, ruangan khusus, penyeberangan jalan dan lift yang memberi solusi keterbatasan mereka. Luar biasa. Terlebih dari itu, mereka exist dalam masyarakat. Contohnya aja mereka ga malu jalan2 sampe NYC gitu. Dan aku rasa, masyarakat Jepang sendiri tidak menganggap mereka as miserable person gitu loh, they respect them as human being. Coba bandingakan dengan Indonesia? Kenapa aku jarang2 liat orang seperti mereka? Apa Indonesia is so lucky not having many people like `them`? Ato … kalo seandainya sebuah keluarga punya anak seperti itu… akan disembunyikan… karena malu?
Atau mereka ditampung in the secret place, far apart from our normal society?

continued

No comments:

 
Lilypie Maternity tickers